.

HOME

AL-QURAN, Mukjizat Yang Kian Terlupakan


“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr:9)
            
Sewaktu mendengar kabar dari teman saya mengenai kebijakan sekolah tempat dia mengar, salah satu SMA favorit di kota Malang yang, mengenai siswa yang beragam muslim wajib bisa baca Al-Quran, hati saya terbelah menjadi dua. Satu sisi, tentu saya bahagia karena peraturan itu tentunya mampu membantu dalam uapaya melestarikan Al-Quran yang notabene merupakan sumber otentik ilmu pengetahuan Islam. Sisi yang lain, saya sedih. Sudah separah itukah generasi kita memandang Al-Quran, hingga perlu dibuwatkan peraturan wajib bisa baca Al-Quran. Dalam hati saya bertanya-tanya, sudah separah itukah generas netizen, istilah yang digunakan untuk generasi yang lahir diatas tahun 1995, era lahirnya internet. Lupakah para orang tua besarnya manfaat mengajarkan Al-Quran. Sudah lupakah kita bahwa Al-Quran adalah Mukjizat.
          
Menurut mayoritas Ulama, salah satunya Jalaluddin as-Suyuthi, Mukjizat ialah sesuatu yang tidak sesuai dengan kebiasaan pada umumnya, yang dikehendaki dan diciptakan oleh Allah SWT dan diperlibatkan melalui utusan-Nya, sebagai bukti dari pengakuan atas kenabian dengan disertai sebuah tantangan yang tidak ada seorangpun bisa menandingi. Setiap Nabi yang diutus memiliki Muzijat yang berbeda-beda, semisal api yang tidak membakar tubuh nabi Ibrahim dan air laut yang tidak megalir dan menenggelamkan nabi Musa dan kaumnya.

Untuk bisa dikatakan mukjizat, suatu hal setidaknya harus memenuhi tujuh  kriteria. Pertama, haruslah berupa suatu hal diluar kebiasaan. Kedua, hal-hal yang berada diluar kebiasaan tersebut merupakan ciptaan Allah. Ketiga, tidak bisa dilawan atau dikalahkan oleh para penentang Rasullulah. Keempat, mukjizat harus sesuai dengan orang yang mengklaimnya. Kelima, harus ada unsur tantangan dalam mukjizat. Keenam, seorang yang mengklaim dirinya Nabi harus memberikan persaksian bahwa Allah SWT menjadikan mukjizat sebagai bukti kebenaran risalah yang dibawanya. Ketujuh, yang terakhir ialah mukjizat tidak datang mendahului risalah kenabian.
       
Al-Quran sebagai mukzijat terbesar dari semua mukjizat yang pernah diturunkan Allah pada nabi-nabi-Nya tentunya sudah memenuhi ketujuh aspek diatas. Ketika pertama kali diturunkan 14 abad silam, Al-Quran tampil sebagai peristiwa diluar kebiasaan. Bangsa Arab sebagai penduduk tempat diturunkannya Al-Quran saat itu adalah bangsa yang memiliki kemampuan satra tinggi dan dikenal fasih dalam berbicara. Mereka memiliki kebiasaan mempertandingkan kemampuan sastra. Sedangkan Nabi Muhammad sebagai penerima Mukjizat Al-Quran sebagaimana yang kita ketahui adalah sorang yang sengaja dijadikan oleh Allah sebagai manusia yang tidak mampu menulis dan membaca. Secara hukum kebiasaan tidak mungkin seorang yang tidak bisa baca dan tulis mampu membuat syair yang tidak bisa di buwat oleh orang-orang yang mahir sekalipun.
         
Tidak seperti mukjizat-mukjizat yang diturunkan sebelumnya yang selalu berupa kejadian dan peristiwa besar, Al-Quran memliki cara tersendiri dalam menunjukkan kemukjizatannya. Sejak pertama kali diturunkan hinnga saat ini, Al-Quran telah banyak merubah arah dan paradigma peradaban umat manusia pada umumnya dengan syariat dan ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya. Sekligus Merubah sisi kehidupan umat manusia kearah yang lebih dengan adabiyahnya. Satu hal lain yang menjadikan Al-Quran dengan Mukjizat Nab-Nabi sebelum Nabi Muhammada SAW ialah sifat Al-quran yang tidak mengenal waktu. Al-Quran adalah Mukjizat hingga akhir zaman. Bahkan untuk menjamin hal ini, Allah bersumpah dalam Al-Quran, Surat al-Hajr ayat ke 6,” Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” menurut Abu Hamid al-Ghazali, semua ilmu dan pengetahuan yang ada didunia dan akhirat sudah terangkum semua di dalam al-Quran.
      
Meskipun demiakian, tidaklah mudah untuk menggali dan mencari ilmu yang terkandung di balik teks Al-Quran, sekalipun dari kalangan orang arab yang notabene menggunakan Bahasa yang sama dengan bahasa yang dipakai Al-Quran. Jalan termudah untuk menggali pengetahuan yang terkandung didalam A-Quran adalah dengan membaca tafsir-tafsirnya. Namun jika kesadaran untuk belajar membaca saja tidak ada, lantas dengan apa kita berpegangan nantinya ?.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar